dari katong par katong samua

Walikota Dipolisikan Tiga Pejabat Eselon II Pemkot Ambon

Nikjuluw : Itu Hak Mereka Dan Dijamin Secara Konstitusi

2,081

AMBON-MALUKU. Satu tahun kepemimpinan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Syarief Hadler, sejumlah persoalan hukum mewarnai pemerintahan Kota Ambon.

Mulai dari kasus dugaan SPPD fiktif, kini pemerintahan PAPARISA BARU ini kembali diperhadapkan dengan kasus dugaan pidana atas dinonjobkan 44 pejabat di lingkup pemkot Ambon sesuai dengan SK Walikota Ambon nomor 532 tertanggal 29 Desember 2017 tentang pemberhentian dan penggangkatan dalam jabatan PNS di lingkup Pemkot Ambon.

Tiga mantan pejabat eselon IIb, Ir Adres Lamba (mantan kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Ambon), Ir Pieter Saimima MSi, (mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon), dan H.M Sopacua Spd, SH, MH, (mantan Kadis Pariwisata Kota Ambon) resmi melaporkan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, Sekretaris Kota Ambon, AG Latuheru Msi dan Kepala Badan Kepegewaian dan Pengembangan SDM Pada Pemkot Ambon, Benny Selanno MSi di Polres Pulau Ambon & Pp Lease, Senin 11 Juni 2018 melalui kuasa hukumnya, Lois Hendro Waas SH & Patner’s.

Alasan hukum atas laporan ini, karena ketiga pejabat eselon II ini menilai SK walikota tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 2014 dan PP Nomor 11 tahun 2017.

Kebijakan ini tidak sesuai prosedur terkait dengan seleksi terbuka (lelang jabatan) karena tidak ada rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Langkah hukum tiga pejabat eselon II pemkot Ambon ini, didukung oleh Anggota DPRD Kota Ambon, Lucky Leonard Upulatu Nikjuluw.

Aleg DPRD Kota Ambon Lucky Leonard Upulatu Nikjuluw Msi“Itu hak mereka untuk menempuh jalur hukum atas kebijakan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy terkait pemberhentian dan pengangkatan jabatan PNS di lingkup pemkot Ambon tertanggal 29 Desember 2017. Sebagai anggota Pansus Kepegawaian DPRD Kota Ambon, Saya mendukung dan berharap agar ketiga pejabat ini dan puluhan pejabat lainnya mendapat keadilan dan kepastian hukum atas kasus ini,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini melalui telepon selulernya.

Menurut ia, Pansus kepegawaian DPRD Kota Ambon masih terus bekerja guna menuntaskan persoalan ini. 44 pejabat di lingkup pemkot yang dinonjobkan harus mendapat keadilan.

“Pansus ini akan terus bekerja hingga persoalan ini tuntas. Dan saya sudah sampaikan resmi dalam rapat pansus kepegawaian agar kita semua tinggalkan baju partai, dan kepentingan pribadi. Tugas kita mengawasi kebijakan pemerintah Kota Ambon. kebijakan pemerintah yang menurut Undang-undang itu salah, tugas kita untuk menggingatkan pemerintah. Kalau pemerintah tidak mengindakan itu, maka kita dorong untuk diproses secara hukum,” kata ia.

Sebelumnya, Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Adminsitrasi Negara Universitas Pattimura Ambon Dr Hendrik Salmon SH, MH yang dalam kajian hukumnya yang disampaikan dalam rapat Pansus Kepegawaian yang juga dihadiri oleh pejabat eselon II yang dinonjobkan saat itu menegaskan, SK Walikota Nomor 532 tahun 2017 tentang pemberhentian dan pengangkatan PNS dalam lingkungan Pemkot Ambon cacat hukum alias cacat prosedur dan cacat substansi.

Menurut ia, SK walikota ini, memunculkan klarifikasi dari KASN. Itu artinya ada prosedur yang salah yang ditempuh pemkot.

Dalam UU Nomor 5 tahun 2014 dan PP Nomor 11 tahun 2017, disebutkan seleksi terbuka atau lelang jabatan tinggi pratama harus dengan benar. Dimana jabatan tersebut benar-benar kosong. Jika jabatan tidak kosong, dan dilakukan mutasi, itu menyalahi aturan.

“Tapi ini sudah menjadi pembenaran bagi pemkot. Ini yang saya bilang cacat subtansi. Artinya sudah salah namun membuat pembenaran. Kenapa, lowongan yang diisi harus dikonsultasikan dengan KASN, yang nantinya KASN akan merekomendasikan untuk memastikan jabatan kosong. Dari surat yang terbitkan dan permohonan jabatan yang akan dilelang tidak disertai dengan dokumen yang sah, sehingga KASN mengeluartkan surat permintaan klarifikasi. Namun tidak ada klarifikasi. Ini bertentangan dengan hukum,” kata Salmon.

Menurut Salmon, sesuai dengan aturan, jabatan tinggi pratama apabila sudah tidak dipromosi dengan alasan kinerjanya menurun, maka akan di-rolling sesuai dengan kompetensi. Tapi tidak bisa di-nonjobkan.

“Saya tidak tahu ini juga SK dibuat oleh siapa yang berbunyi akan diangkat dalam jabatan tertentu, notabenenya tidak boleh seperti ini. Karena sesuai regulasi ini dikatakan delegasi blangko, yang artinya bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik,” ungkap Salmon.

Dikatakan, ada konsekuensi hukum yang diatur terkait dengan kebijakan pemkot yang salah itu.

Salmon mencontohkan, kasus seperti ini pernah terjadi di Bandar Lampung, dimana pemkot dalam hal ini sekot, kepegawaian dan bagian keuangan diminta membayarkan anggaran kepada para pejabat yang di-nonjobkan.

“Ini indikasi kerugian negara, dan melawan aturan dan juga bisa dituntut oleh para ASN yang dinonjobkan. Seharusnya harus dicarikan solusi agar nanti tidak ada tindakan hukum yang dilakukan oleh para pejabat dinonjobkan itu,” pungkas ia. (AM-10)

Leave A Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: