BERITA MALUKU. Munandar Nuhuyanan alias Acong, terdakwa penganiayaan seorang mahasiswa bernama Jainudin hingga tewas di kawasan Wayame, Kecamatan Teluk Ambon dituntut hukuman selama 15 tahun penjara.
“Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa bersalah dan dihukum penjara selama 15 tahun,” kata jaksa penuntut umum Kejari Ambon, Lilia Heluth di Ambon, Senin (11/9/2017).
Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon Leo Sukarno didampingi Christina Tetelepta dan S. Pujiono selaku hakim anggota.
Terdakwa dijerat melanggar pasal 338 KUH pidana tentang penganiayaan dan pembunuhan serta pasal 365 ayat (1) serta ayat (3) KUH Pidana tentang pencurian.
Dalam persidangan akhir Agustus 2017 lalu dengan agenda pemeriksaan terdakwa, majelis hakim sempat dibuat kesal dengan jawaban Munandar yang berbelit-belit.
“Ada sesuatu yang disembunyikan terdakwa sehingga tidak mau berkata jujur, karena tidak logis hanya alasan menginginkan telepon genggam saja lalu korban dihabisi dengan begitu sadis,” kata majelis hakim.
Awalnya, Munandar alias Acong bertengkar mulut dengan isterinya Vany Paukuma dan ibu mertuanya di kawasan Batukoneng lalu meninggalkan rumah selama tiga hari, kemudian dia mencari dan menanyakan alamat rumah korban di Wayame kepada orang lain.
Menjelang subuh, terdakwa masuk kamar korban yang masih merupakan keponakannya sendiri lalu menusuknya berulang kali dari perut, leher, tenggorokan, serta atas pundak sambil menutup mulut korban dengan tangannya agar tidak terdengar orang lain.
Terdakwa kemudian menutupi jasad korban dengan kasur dan menindihnya dengan sebuah pesawat televisi, sampai akhirnya ditemukan warga setelah lewat tiga hari.
Usai menghabisi keponakannya, terdakwa sempat mandi dan mencuci celananya yang penuh darah korban, mencuci pisau di rumah korban dan pergi ke kawasan Wailela dengan sepeda motor korban untuk membuang pisau.
Kemudian dia berjalan menuju arah Desa Passo lalu memarkirkan sepeda motor milik korban di tepi jalan, lalu menggunakan angkot ke Dermaga Penyeberangan Hunimua Liang untuk menyeberang ke pelabuhan Waipirit dan melanjutkan perjalanan ke Masohi, Kabupaten Maluku Tengah.
Sedangkan telepon genggam milik korban dijual seharga Rp250 ribu lalu dipakai membeli sebuah celana panjang.
Keterangan terdakwa membuat majelis hakim jadi semakin curiga kalau ada sesuatu yang disembunyikan sebab tidak mungkin dengan alasan menginginkan telepon genggam saja korban dihabisi dengan sadis, apalagi telepon tersebut juga dijual dengan harga yang begitu murah.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum terdakwa, Abdullah Rumagia.