Ambon, Tribun-Maluku.com : Tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) pada 2013, Paulus Samual Putileihalat, meminta penangguhan tahap kedua ke Kejati Maluku dengan alasan sakit.
“Tersangka melalui kuasa hukumnya menyampaikan permohonan penangguhan dilengkapi rekam jejak penyakit yang dideritanya,” kata Kepala Seksi Penegakan Hukum Dishut Maluku David Watutamata ketika dikonfirmasi di Ambon, Senin (11/9).
Padahal, pegawai penyidik negeri sipil (PPNS) Dinas Kehutanan (Dishut) Maluku berencana menjemput paksa tersangka pada tanggal 11 September 2017 karena pemanggilan kedua yang jatuh temponya pada tanggal 7 September 2017 ternyata Paulus mengajukan kembali surat keterangan dokter di Piru, Ibu Kota Kabupaten SBB, bahwa dirinya sedang sakit.
“Kami kembali harus menoleransi tersangka untuk memenuhi pemanggilan dengan mengecek dokter yang memberikan keterangan sakit,” ujarnya.
Oleh karena itu, PPNS Dishut Maluku memandang perlu berkoordinasi dengan Kejati Maluku menindaklanjuti alasan sakit yang sudah tiga kali diajukan tersangka.
“Hasil koordinasi dengan Kejati Maluku menjadi pertimbangan untuk memproses tersangka selanjutnya karena mangkir dari pemanggilan pertama sejak 31 Agustus 2017, selanjutnya beralasan sakit,” kata David.
Ia mengemukakan bahwa keputusan praperadilan yang mengabulkan permohonan Paulus tidak menggugurkan statusnya sebagai tersangka.
“Kami menghargai keputusan hakim yang mengabulkan permohonan praperadilan Paulus terhadap penangkapan dan penahanannya di Rutan Polda Maluku pada tanggal 16 Agustus 2017 yang dinilai tidak sah,” kata David.
Hakim menyatakan bahwa Paulus tidak pernah menerima surat pemanggilan dari PPNS hingga ditangkap di Jakarta Selatan atas kerja sama PPNS Dishut Maluku, Ditreskrimsus Polda Maluku, dan Polres Jakarta Selatan pada tanggal 15 Agustus 2017.
Setelah ditangkap, tersangka dievakuasi ke Ambon menggunakan penerbangan pesawat Batik Airlines terakhir dari Bandara Halim Perdana Kusumah pada hari Rabu (16/8) siang, selanjutnya ditahan di Rutan Polda Maluku di Tantui.
David mengemukakan bahwa PPNS Dishut Maluku sebenarnya telah menyampaikan surat pemanggilan ke rumah Paulus di Piru.
Pasca putusan hakim, Paulus dikeluarkan dari Rutan Polda Maluku, selanjutnya PPNS Dishut melakukan pemanggilan pertama untuk penyerahan tahap kedua ke Kejati Maluku sejak 31 Agustus 2017 ternyata mangkir.
Sebelumnya, Kadis Kehutanan Maluku Sadly Lie mengemukakan bahwa kuasa hukum Paulus mengajukan permohonan izin berobat pada tanggal 18 Agustus 2017 dengan dilengkapi keterangan dokter yang setelah dikaji dengan staf maupun PPNS. Makanya, dizinkan menjalani rawat inap sesuai dengan prosedur tetap.
Paulus yang sebelumnya ditangkap di salah satu hotel, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (15/8) malam, menyusul ditetapkan masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Maluku sejak 22 Juni 2017.
Sadly menegaskan bahwa izin rawat inap merupakan hak tersangka yang harus diberikan Dinas Kehutanan Maluku.
Tersangka dijadikan DPO karena tiga kali tidak memenuhi panggilan PPNS Dinas Kehutanan Maluku untuk diperiksa dalam kasus tersebut.
Dishut Maluku melalui Gubernur Maluku Said Assagaff menyurati Kapolda Maluku dengan No.522/1510 tertanggal 12 Juni 2017 perihal Permohonan menetapkan mantan Kadis PU SBB tersebut sebagai DPO.
Berdasarkan surat Gubernur tersebut, Kapolda mengeluarkan surat No.8/1269/ VI/ 2017 tertanggal 22 Juni 2017 perihal penetapan Paulus Semuel Puttileihalat sebagai DPO.
Paulus menjadi tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di SBB untuk pembukaan jalan sepanjang 13 km pada tahun 2013 tanpa disertai surat izin pinjam pakai kawasan hutan.
Tersangka didakwa melanggar Pasal 50 Ayat (3) huruf a, b, dan j juncto Pasal 78 Ayat (2) dan 15 Undang-Undang No.41/1999 tentang Kehutanan dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda sebesar Rp5 miliar.