Ambon, Tribun-Maluku.com : Reformasi bidang agraria yang diprogramkan pemerintah dengan target seluruh masyarakat memiliki sertifikat tanah hingga tahun 2025, jangan dihambat dengan permintaan upeti yang tinggi dari berbagai pihak.
“Bila ada pihak tertentu secara sengaja meminta upeti kepada masyarakat yang mengurus sertifikat, DPRD siap perkarakan ke kepolisian untuk diproses hukum,” kata Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw di Ambon, Sabtu (16/9).
Penjelasan Richard terkait dengan adanya keluhan sejumlah warga yang hendak mengurus sertifikat gratis karena dikenakan biaya yang berkisar antara Rp3 juta hingga Rp10 juta.
Warga merasa khawatir karena sudah memiliki surat pembebasan lahan dengan cara melakukan pembelian dari pemilik lahan sebagai alas hak dalam mengurus sertifikat, namun dari pemerintah desa masih mewajibkan penyetoran dana yang bervariatif dari pembeli lahan.
Menurut Richard, sesuai surat kesepakatan bersama antara Menteri Dalam Negeri dengan Menteri Pertanahan, untuk wilayah kontinental hanya dikenakan biaya Rp150.000 dan wilayah kepulauan sebesar Rp450.000 untuk biaya pengukuran lahan.
“Kita di Maluku termasuk wilayah kepulauan jadi dikenakan tarif Rp450 ribu per kepala keluarga untuk biaya pengukuran tanah yang dilakukan petugas BPN,” katanya.
Tetapi patokan anggaran ini pun membuat warga yang mengurus sertifikat gratis seperti di Negeri Alang, Kecamatan Leihitu Barat (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah merasa keberatan.
Keberatan ini pun sampai ke DPRD Maluku sehingga pimpinan lembaga perwakilan rakyat ini pernah memanggil Kepala BPN provinsi untuk membahasnya.
“Persoalan ini juga menjadi keberatan kami di DPRD karena pembayaran pengukuran itu seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota, artinya anggaran pengukuran ini masuk APBD kabupaten/kota tetapi faktanya tidak dianggarkan,” ujar Richard.
Sehingga DPRD Maluku telah menyurati Presiden RI Joko Widodo untuk mempertimbangkan masalah biaya pengukuran tanah oleh petugas BPN terkait program sertifikat gratis kepada masyarakat.
Surat resminya telah dilayangkan pimpinan DPRD kepada Presiden melalui sekretariat negara yang intinya mengusulkan biaya pengukuran tanah dialokasikan dalam APBN.
“Jadi kalau ada pihak lain yang meminta upeti dengan harga tinggi, tolong dilaporkan ke DPRD agar masalahnya bisa diteruskan ke kepolisian,” tegas Richard.