Ambon, Tribun-Maluku.com : Jaksa penuntut umum Kantor Cabang Kejari Maluku Tenggara di Wonreli-Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, meminta majelis hakim Tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon menahan Hermanus Lekipera, terdakwa dugaan korupsi dana BOS tahun 2009 dan 2010.
“Selama ini terdakwa berstatus sebagai tahanan kota, namun kami minta terdakwa ditahan oleh majelis hakim karena ada sejumlah saksi yang mendapatkan teror melalui telepon dari orang tak dikenal yang mendesak para saksi untuk mengakui adanya kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan dana BOS yang dilakukan terdakwa,” kata JPU Hendrik Sikteubun di Ambon, Selasa (19/9).
Telepon gelap kepada sejumlah saksi ini sudah dilakukan berulang kali dan dilaporkan kepada jaksa.
“Makanya dalam kesempatan ini kami minta majelis hakim menahan terdakwa berdasarkan pasal 21 KUHAP untuk mencegah jangan sampai muncul upaya menghilangkan barang bukti maupun mengatur saksi untuk berbicara dalam persidangan,” kata jaksa.
Permintaan JPU disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon, RA Didi Ismiatun didampingi Bernard Panjaitan serta Hery Leliantono sebagai hakim anggota dengan agenda pemeriksaan lima kepala sekolah dan mantan kepala UPTD Kecamatan Babar Timur sebagai saksi.
Dalam persidangan tersebut, saksi Galistus Samangun selaku Kepala SMP Negeri Lemola menjelaskan, dirinya diberitahu oleh tim manajer dana BOS MBD bernama Ricky Ahusten kalau ada kelebihan pembayaran dana BOS tahun 2009 pada sekolahnya sebesar Rp4,7 juta sehingga harus dikembalikan.
“Keterangan Ricky Ahusten saya terima ketika pergi ke Dinas Pendidikan Kabupaten MBD untuk mengambil rekomendasi pencairan dana BOS 2010 dari manajer dana BOS dan uangnya langsung dikembalikan disertai bukti kuitansi tanda terima dan saksi mengaku tidak pernah bertemu terdakwa” kata Samangun.
Saksi lainnya atas nama Louisa Lewanmiru yang merupakan mantan Kepala SD Kristen Kaiwatu mengaku diberitahukan langsung oleh terdakwa bahwa terjadi kelebihan pembayaran dana BOS ke sekolahnya dan telah dikembalikan kepada terdakwa.
Kemudian mantan Kepala UPTD Kecamatan Babar Timur, Jafet Lelatubun menjelaskan kalau diriny menerima pengembalian pembayaran dana BOS dari enam sekolah sebesar Rp13 juta di Babar Timur lalu pergi ke Tiakur, ibu kota Kabupaten MBD untuk menyerahkannya kepada terdakwa.
Namun penyerahan uang tersebut tidak disertai bukti tanda terima berupa kuitansi dan hanya dibuat catatan pribadi sehingga terdakwa membantahnya di dalam persidangan.
Para saksi juga mengaku tidak pernah dikunjungi tim manajer dana BOS untuk melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan dana tersebut dan mereka tidak tahu bagaimana sampai terjadi kelebihan pembayaran dana BOS di sekolahnya masing-masing.
Sebab yang diusulkan kepada tim manajer dana BOS hanyalah jumlah riil siswa setiap semester baru data tersebut dikelola tim untuk menentukan besaran dana BOS yang akan diterima setiap sekolah dengan rincian Rp397 ribu per siswa sekolah dasar dan Rp570 ribu untuk setiap siswa di tingkat SMP.