Kadis LH: Hutan Yamdena Langganan HPH

Saumlaki, Tribun-Maluku.com : Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Herman Yoseph Lerebulan menyatakan, hutan pulau Yamdena di kepulauan Tanimbar menjadi incaran pengusaha kayu sejak tahun 1991, meskipun setiap kali izin diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan tetap terjadi penolakan oleh warga.

“Tahun 1991, izin HPH pertama kali diberikan kepada PT. Alam Nusa Segar (ANS) yang sempat beroperasi hingga 1992. Karena terjadi demonstrasi besar-besaran hingga terjadi pengrusakan terhadap alat-alat berat milik perusahaan itu di logpon maka izinnya dicabut, meskipun ada 40 orang warga dipenjarakan,” kata Herman di Saumlaki, Rabu (27/9).

Pada 1995 – 1997 izin HPH diberikan kepada PT. Inhutani, namun juga ditolak oleh masyarakat.

Pada saat itu ada demo besar-besaran dengan melibatkan seluruh anak SMA-SMK se kota Saumlaki dan akibatnya izin HPH Inhutani dicabut oleh Pemerintah.

Tahun 1997, izin diberikan kepada PT. Mochtra Agung Persada, namun pada 2000 pemerintah mencabut izin tersebut karena terjadi demo yang melibatkan masyarakat mandriak (Olilit raya, Sifnana dan Lauran).

“Tahun 2000 – 2001, izin HPH diberikan kepada PT. Yamdena Hutan Lestari, namun saat itu ada demo penolakan sehingga dicabut izinnya,” kata Herman.

Penolakan oleh warga, lanjutnya, juga terjadi saat pemerintah memberi izin HPH Yamdena kepada PT. Karya Jaya Berdikari pada 2009.

Penolakan dan penyampaian keberatan dilakukan warga bersama tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh adat.

“DPRD MTB pun saat itu mengeluarkan rekomendasi pembatalan dukungan Pemkab bagi hadirnya PT. KJB. Bupati juga mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan pada 2012 untuk meninjau kembali HPH di Yamdena, namun tidak ditanggapi,” kata Herman.

Ia menambahkan, Bupati Petrus Fatlolon dan Agustinus Utuwaly, telah menerima 15 surat penolakan dari berbagai elemen masyarakat di MTB.

Berdasarkan aspirasi masyarakat, pihaknya telah melakukan tinjauan ke lokasi dan menemukan sejumlah pelanggaran, termasuk ada kewajiban perusahaan yang tidak dilaksanakan.

“Sebagai contoh, PT. KJB tidak pernah membuat progress report laporan selama 2013 sampai sekarang, tidak melaksanakan kewajibannya terhadap pengurusan izin UKL-UPL untuk pengoperasian mesin-mesin seperti somel dan sebagainya, tidak pernah melakukan penanaman kembali, dan tidak pernah menyerahkan Amdal kepada Pemkab,” katanya.

Ancaman Abrasi Herman menjelaskan bahwa Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia (ICTI) pernah mengeluarkan hasil foto satelit bekerja sama dengan IPB Bandung dimana pulau Tanimbar termasuk pulau yang berongga dari kumpulan lumpur di atas karang atol sehingga kalau setiap kali penebangan maka tanah di Yamdena yang labil tersebut bisa mengakibatkan abrasi.

“Karakteristik tanah-tanah di pulau Yamdena yang luasnya  355.000 ha, ada sekitar 40.200 ha atau 12 persen bertopografi datar, peka erosi dan rentan kelongsoran,” katanya.

Secara geologi dan morfologi, di pulau Yamdena pada umumnya tanah bersolum sangat dangkal sampai dangkal, berbahan induk batu kapur dan napal, peka erosi dan longsor atau menimbulkan lahan kritis dan terjadinya longsoran, banjir, sedimentasi dan kekeringan.

Wilayah berlereng (slope) lebih dari 15 persen telah mengalami kerusakan (degradation).

Pulau Yamdena terbilang rawan dengan kerusakan lahan (land degradation) seperti guguran, longsoran, penurunan kesuburan tanah, kekurangan air, dan penggaraman tanah. Gururan dan longsoran lahan yang pernah terjadi adalah peristiwa Nus mang Londur atau runtuhnya lahan sekitar 2,5 km x 2,5 km di daerah Tutun pada tahun 1942.

“Selain itu terjadi musibah Tanjung Delapan yakni peluncuran lahan ke laut sekitar 2 km x 3 km di daerah sebelah timur Desa Tumbur kecamatan Wertamrian pada tahun 1944, serta terjadi patahan di sepanjang jalan trans Yamdena dari desa Lauran hingga Ilngei kecamatan Tanimbar Selatan, sehingga Pemkab mengalihkan ruas jalan tersebut ke lokasi lain,” kata Herman.

Pemkab MTB, lanjutnya, merasa perlu untuk segera menindaklanjuti usulan masyarakat terkait penolakan hadirnya HPH di Yamdena, karena hal itu juga mengakibatkan hilangnya habitat margasatwa termasuk pohon torem sebagai jenis pohon endemik (hanya ada di Brasil dan Yamdena).

“Ke depan, kita bertekad mengembalikan fungsi hutan demi kelangsungan ekologis di daerah ini,” katanya.