BERITA MALUKU. Meskipun kebijaka moratorium atau penghentian sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia telah dicabut sejak 1 Mei 2015, namun masih berdampak bagi nihilnya realisasi ekspor ikan Maluku sampai hari ini.
“Dampak kebijakan pemerintah dari moratorium adalah PAD (pendapatan asli daerah) kita turun karena itu secepat mungkin kebijakan ini harus dievaluasi meski tidak keseluruhan tetapi ada segmen-segmen tertentu yang bisa dibuka perizinannya,” kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku, Marcus Pentury di Ambon, Selasa (3/10/2017).
Selain masalah ekspor dan turunnya PAD, kebijakan moratorium juga pada persoalan pemutusan hubungan kerja para anak buah kapal dari perusahaan yang memiliki lokasi penangkapan di perairan Maluku dan menghilangnya pendapatan dari setiap kapal yang berlabuh atau pun retribusi.
Menurut Marcus Pentury, dari seluruh kapal-kapal yang beroperasi itu, dia punya awak buah kapal anak daerah lalu di-PHK atau diberhentikan sementara sehingga berdampak juga terhadap ekonomi keluarga.
“Apalagi ada berbagai kewenangan daerah yang ditarik ke pusat seperti uji mutu ikan. Jadi, ada dua kebijakan yang secara langsung berdampak ke Maluku, tetapi kita hanya di daerah dan yang punya kebijakan serta kewenangan ada di pusat maka mereka juga yang berwewenang mencabut kembali dan mengambil kebijakan lain,” tegasnya.
Para wakil rakyat di daerah hanya menyampaikan keresahan dari problematika kebijakan pusat yang berdampak terhadap penerimaan PAD dan secara langsung juga berdampak pada sektor perikanan Maluku.
Apalagi program lumbung ikan nasional (LIN) yang dijanjikan pemerintah lewat dua proposal besar yang diajukan, bahkan telah dipresentasikan dalam sidang kabinet terbatas itu pun, gagal.
“Sehingga pusat dinilai telah mengabaikan seluruh janji yang mereka sampaikan ke pemprov karena dua proposal yang didalamnya ada usulan anggaran Rp1,4 triliun itu ditolak dengan alasan yang sifatnya tekhnis,” kata Marcus Pentury.
Menurut dia, ada beda cara pandang terhadap kebijakan moratorium ini antara pemerintah pusat dan daerah.