Ambon, Tribun-Maluku.com : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar segera membentuk tim terpadu untuk melakukan kajian komprehensif terkait pengoperasian HPH di Pulau Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku.
“Saya baru selesai rapat dengan Ibu Menteri Siti Nurbaya dan Menteri akan mengambil langkah konkrit dengan membentuk tim terpadu yang bertugas melakukan kajian secara menyeluruh terhadap keberadaan HPH di Pulau Yamdena yang dikelola oleh PT Karya Jaya Berdikari (KJB),” kata Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB), Petrus Fatlolon yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Kamis (12/10).
Rapat yang dipimpin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bersama Pemerintah Kabupaten MTB, pihak PT KJB sebagai pengelola dan para tokoh Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia (ICTI).
Rapat tersebut menyepakati tim yang dibentuk beranggotakan unsur Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup Maluku serta Dinas Lingkungan Hidup MTB.
Dia mengatakan, tim terpadu yang dibentuk akan melakukan penelitian dan pengkajian menyeluruh berdasarkan fakta-fakta di lapangan dan hasilnya akan disampaikan kepada Menteri LHK. “Barulah diputuskan pengelolaan HPH di Pulau Yamdena bisa diteruskan atau ditutup secara permanen,” katanya.
“Pertemuan selama tiga jam tersebut juga memutuskan saya sebagai Bupati MTB akan mengundang pihak perusahaan dan dihadiri Dinas Kehutanan Provinsi Maluku untuk melakukan rapat bersama pada 16 Oktober 2017,” katanya.
Pada prinsipnya, pihaknya akan terus berupaya agar HPH di Yamdena bisa ditutup secara permanen karena dampaknya sangat merugikan dan perusahaan tidak menepati janjikan atau ingkar janji.
Kendati demikian, berbagai upaya yang dilakukan harus dilandasi prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat bersama antara pemkab, perusahaan dan tokoh-tokoh masyarakat, diberikan tenggat waktu hingga dua bulan mendatang perusahaan dapat mengambil kayu-kayu yang telah ditebang hingga selesai. Barulah operasinya ditutup secara permanen.
Disinggung surat kesepakatan dengan PT KJB, bupati menegaskan, hal itu adalah keputusan sepihak perusahaan dan tidak tertanggung jawab karena hanya memikirkan keuntungan perusahaan dan mengorbankan masyarakat, khususnya pemilik lahan.
Bupati juga menyatakan, perusahaan telah melakukan ingkar janji karena berdasarkan hasil pertemuan dengan Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo dan Direskrimsus Polda Maluku, pihak perusahaan bersedia menandatangani kesepakatan bersama dan disaksikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Gubernur Maluku Said Assagaff serta petinggi Polda Maluku dan Kodam Pattimura pada 4 Oktober 2017, tetapi tidak ditepati.
“Jadi saya tetap berdiri di atas kepentingan masyarakat. Aspirasi rakyat kami dahulukan dari segala kepentingan. Itu sudah saya sampaikan kepada Ibu Menteri dan dapat dipahami. Sekarang tinggal prosesnya saja,” ujarnya.
Bupati mengatakan, Wakil Bupati MTB Agustinus Utuwaly secara resmi juga sudah melarang PT KYB agar sementara waktu tidak melakukan aktivitas penebangan pohon, menanti upaya lanjut hingga pencabutan izin HPH atau Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu (IUPHK) oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pemkab MTB telah melakukan berbagai langkah hingga mengeluarkan surat pencabutan rekomendasi yang semula dikeluarkan pada 2007.
Memang, kata dia, pencabutan izinnya melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetapi proses rekomendasinya diawali oleh bupati. “Kalau rekomendasi sudah saya cabut maka secara otomatis izinnya juga akan dicabut oleh kementerian,” ujar bupati.
Ia menegaskan, Pemkab MTB telah mengantongi sejumlah bukti kuat adanya kerusakan lingkungan, kekeringan air bersih yang dialami warga Desa Arma dan desa-desa lain di Kecamatan Nirunmas.
Sejumlah satwa yang nyaris punah akibat sudah tidak mempunyai tempat berlindung dan penebangan pohon torem yang merupakan pohon endemik karena hanya tumbuh di Yamdena dan Brasil.
Kepala daerah, kata Petrus, memiliki kewenangan membatalkan izin HPH bila terbukti operasionalnya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Pohon.
Pulau Yamdena terbilang kecil ketimbang Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Di pulau itu semula hutannya ditebang oleh perusahaan HPH, namun saat ini sudah ditutup. Jadi sangat tidak rasional jika hutan Yamdena dibiarkan terus dibabat.
“Saya tidak takut. Saya pastikan tetap tutup. Siapapun di balik itu, ayo kita adu kepentingan. Kepentingan yang saya perjuangkan adalah menjaga kelestarian lingkungan hidup di Pulau Yamdena dan tidak ada kepentingan lain,” tegas bupati.