Ambon, Tribun-Maluku.com : Masyarakat adat Negeri Haruku dan Sameth, Kabupaten Maluku Tengah, di Ambon, Kamis (12/4), mengeluarkan pernyataan sikap terkait dokumen dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).Warga dua negeri di Kecamatan Pulau Haruku tersebut mengeluarkan pernyataan sikap berkeberatan dengan isi dokumen RZWP3K dan naskah Ranperda tentang RZWP3K, yang dinilai tidak memihak dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat.Mereka menolak Ranperda RZWP3K disebabkan Pasal 40 ayat 2 menyebutkan bahwa “wilayah kelola masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebar di Gugus Pulau VIII (Kepulauan Kei), yaitu Kota Tual (wilayah Kecamatan Pulau-Pulau Kur dan Kur Selatan)”.Selain itu, dalam peta teritorial di dokumen RZWP3K telah memutuskan batas-batas perairan tradisional yang selama ini dikelola oleh masyarakat adat setempat.”Menolak secara tegas Peta RZWP3K dan Ranperda tentang RZWP3K karena tidak menghormati hak-hak dan peran masyarakat adat di wilayah pesisir dan perairan tradisional, dan proses penyusunannya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip legislasi daerah yang harus dijalankan,” demikian isi pernyataan sikap masyarakat Haruku dan Sameth.Pernyataan tersebut mereka nyatakan dalam “Surat Pernyataan Sikap Bersama” yang ditujukan kepada DPRD Provinsi Maluku.Dalam surat itu juga disertakan tiga poin tuntunan, yakni mendesak DPRD membahas dokumen dan Raperda tentang RZWP3K secara transparan dan akuntabel, serta menuntut perairan tradisional yang merupakan daerah petuanan masyarakat adat dimasukan ke dalam peta dan Ranperda RZWP3K.Apabila permintaan tersebut tidak dilakukan, maka masyarakat adat Sameth dan Haruku akan secara tegas menolak dua naskah itu dibahas dan ditetapkan sebagai produk kebijakan daerah.Mereka juga mendesak agar DPRD memerintahkan Pemerintah Provinsi Maluku melaksanakan kembali tahapan penyusunan dokumen dan Ranperda RZWP3K secara terbuka dan partisipatif sesuai prosedur yang berlaku, juga melibatkan masyarakat adat dan pemangku kepentingan lainnya.Kepala Urusan Pemerintahan Negeri Haruku Yopi Salmon mengatakan masyarakatnya selama ini memegang teguh dan menjalankan aturan-aturan adat dan kearifan lokal yang telah ada sejak zaman leluhur.Aturan dan sistem adat mereka jalankan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan perairan telah memberikan banyak manfaat, termasuk menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.Ia mencontohkan sistem sasi atau pembatasan pengambilan hasil alam, baik laut dan darat yang mereka terapkan, terbukti telah memberikan banyak manfaat positif bagi masyarakat dan alam.”Kami sudah menjalankan sistem adat dan budaya sejak dulu dan itu sangat positif, tapi kemudian kami dibatasi, bahkan di wilayah kami sendiri,” katanya.Senada dengan Yopi Salmon, Raja Sameth Benjamin Riupassa juga mengatakan membatasi masyarakat adat untuk mengelola perairannya sama saja dengan mengabaikan hak-haknya, karena masyarakat adat berhak atas wilayah mereka.”Batas-batas wilayah kami sudah jelas dan itu ada dalam dokumen sejarah negeri kami. Mengabaikan itu sama saja dengan tidak mengindahkan hak kami sebagai Warga Negara Indonesia,” ujarnya.Copyright by: Media Online Tribun-Maluku.com