AMBON-MALUKU. TAMAN Wisata Pantai dan Hutan Mangrove “Batu Pintu” mulai dikerjakan pada Juni 1999 saat masih konflik. Ketertarikan Julianus Leuwoul pada bidang perikanan khususnya budidaya ikan kolam dan mangrove, berawal dari pengalamannya sebagai petani andalan Maluku. Bagi Leuwoul, budidaya ikan kolam (Tambak) ibarat sebuah “Tagalaya”, artinya bukan lautan luas yang penuh ombak, namun “Kolam Susu” yang mempermudah para nelayan untuk mendapatkan ikan komsumsi pada setiap saat walaupun musim ombak. Itulah yang terus berikan motifasi baginya untuk membuat budidaya ikan kolam (Tambak) yang terletak di Desa Haria, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah.
Ketika ditanya awal pembuatannya, dengan penuh tawa Leuwoul menceritakan bahwa kondisi konflik social yang melanda Maluku saat itu, banyak warga yang tidak bisa beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Leuwoul akhirnya merangkul sejumlah pemuda-pemuda Desa Haria untuk bersama membangun tambak ikan itu.
Dengan upah secukupnya per hari, Leuwoul bersama mereka mulai bergerak membangun tambak yang terletak persis di tepian pantai Teluk Haria. Dari 100 pemuda yang rencananya dipekerjakan, ternyata diluar dugaan yang hadir mencapai 300-an orang. Akhirnya, rencana pembuatan tambak bisa selesai hanya dalam kurun waktu 1 bulan, dari 3 bulan yang diprediksi sebelumnya.
Kini, tambak hasil kerja keras Leuwoul sudah mencapai luasan 6 hektar, dengan total sekitar 40 jenis ikan dan kepiting, penyu dan belut laut. Jenis ikan yang mendominasi tambak itu adalah jenis ikan Kerapu, dan Baronang.
Tambak itu sendiri menurut tokoh yang pernah dua kali mencalonkan diri sebagai Calon Raja Haria itu, lebih difokuskan sebagai sarana edukasi. Dimana banyak sekolah dan mahasiswa yang manfaatkan untuk melakukan penelitian serta wisata pendidikan untuk menunjang kurikulum sekolah dan kampus.
Namun Leuwoul juga melayani para pembeli yang datang langsung ke tambak, bahkan jika pasokan ikan di Kecamatan Saparua berkurang, ikan-ikan yang dibudidaya olehnya juga dijual di pasar-pasar tradisional. Tapi sejuah ini, tambak tersebut lebih banyak dijadikan sebagai sarana edukasi dan wisata pantai.
Beberapa sekolah dari Ambon pernah melakukan kunjungan, diantarannya SD Negeri 2 Tanah Tinggi, SD A1 Belakang Soya, SMP Negeri 9, SMP Negeri 12 Ambon, dan masih banyak lagi sekolah lainnya. Tujuan kedatangan sekolah tersebut tak lain untuk melakukan praktek dan penelitian tentang jenis ikan dan cara membudidaya.
SUKA DUKA
Untuk menunjang hobbynya itu, tak bisa dipungkiri Leuwoul masih terkendala dengan persoalan biaya, dan bahan baku. Menurutnya, pembudidayaan ikan kolam memerlukan lumpur yang akan dipadatkan sebagai bakal pembuatan pematang.
Mengingat kondisi Desa Haria yang sulit mendapatkan lumpur sekalipun banyak hutan mangrove, Leuwoul mengantinya dengan batu yang diambil dari darat bukan dari laut, sehingga batu laut tetap utuh dan terjaga untuk kelangsungan hidup biota-biota laut.
Khusus masalah biaya, beberapa tahun silam Leuwoul pernah disantuni sedikit dana dari Dinas Pariwisata Provinsi Maluku untuk pembuatan MCK di lokasi tambak. Sementara bantuan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah, diberikan bantuan untuk pembuatan kolam renang anak-anak yang letaknya persis di pintu masuk lokasi.
Setiap harinya Leuwoul harus menguras kantongnya sendiri untuk membeli pakan ikan. Sementara bibit ikan dibelinya dari nelayan sekitar, semuanya itu tidak pernah melunturkan semangatnya untuk meneruskan hobbynya itu. Bahkan keluarganya pun sudah menetap di lokasi tambak hampir 12 tahun ini.
BUDIDAYA HUTAN MANGROVE
Selain tambak, Leuwoul juga menjaga kelestarian hutan Mangrove yang ada disekitar lokasi tambak. Hingga kini, sudah 10 hektar hutan Mangrove yang berhasil dikembangkan Leuwoul sampai saat ini. Mangrove itu Nampak subur, dan ada sudah memproduksi buahnya untuk kembali dilakukan proses pembibitan bibit Mangrove yang baru.
Dirinya sangat mengharapkan adanya campur tangan pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah agar budidaya ikan kolam (Tambak) serta hutan mangrove bisa terus dilestarikan.
JADI ICON WISATA PANTAI/MANGROVE DI KECAMATAN SAPARUA
Sejak dibangun hingga saat ini, tambak dan hutan mangrove Batu Pintu milik Leuwoul sudah dikunjungi ribuan pengunjung, baik pengunjung lokal hingga dari manca Negara. Untuk tahun 2011 kemarin berdasarkan buku tamu yang ada, tercatat hampir dua ribu pengunjung yang sudah menginjakan kaki di lokasi Tambak dan Hutan Mangrove Batu Pintu.
Dirinya mencontohkan, jika turis asing yang ingin ke tambak itu, jelas harus melalui Ambon, menginap di Hotel serta menggunakan jasa transportasi menuju ke Desa Haria untuk ke tambak Batu Pintu. “Jelas ada perputaran uang terjadi di Kota Ambon, dan ini sangat menguntungkan khususnya peningkatan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Tak tanggung-tanggung turis dari 14 negara yang mengujungi, dan kebanyakan turis dari Belanda. Uniknya, semua pengunjung diabadikan namanya pada dinding-dinding di sekitar tambak. Cara ini dilakukan Leuwoul setelah terinspirasi dengan berbagai ukiran sejarah yang ditorehkan di lokasi dan tempat yang pernah disinggahi.
“Seorang pendaki gunung ketika berhasil mencapai puncak, tentu saja mereka akan menancapkan bendera negaranya, atau benda lain sebagai tanda bahwa dia perna menaklukan gunung itu. Hal inilah yang saya buat dengan menuliskan seluruh nama para pengunjung di setiap dinding dan sudut lokasi tambak ini,” jelasnya.
HARAPAN
Diakhir komentarnya Leuwoul sangat berharap adanya uluran tangan pemerintah, baik Provinsi maupun kabupaten untuk dapat menunjang pelestarian tambak dan hutan mangrove itu. Apalagi kini bukan menjadi rahasia lagi, lokasi wisata yang dikelola dengan susah payah itu sudah menjadi sarana edukasi dan percontohan bagi generasi muda Maluku. (AM-08)