AMBON-MALUKU. Sementara itu, pakar hukum tata Negara, Fahri Bachmid menilai, penegakan hukum yang dilakukan tim Tipikor Ditreskrimsus polda Maluku akhir-akhir ini berpotensi merusak system hukum.
Menurutnya, intesitas cara dan pola penegakan hukum khususnya penegakan hukum dibidang tipikor yang dilakukan oleh DIterskrimsus polda Maluku tidak biasa, maka untuk melindungi masyarakat serta memastikan bahwa hukum bekerja sesuai koridornya serta terhindarnya institusi kepolisian dari penyalahgunaan kewenangan yang pada akhirnya dapat merusak system hukum.
Dirinya menjelaskan, hukum harus ditafsirkan seperti yang dibaca dan tidak multafsir. Berangkat dari paradigma penegakan hukum tipikor tersebut sebagai diatur dalam putusan MK, maka pihak kepolisian harus mempedomani itu secara baik. Artinya, tidak lagi melakukan proses penyelidian dan penyidikan secara konvesional sebagaimana selama ini dilakukan dengan kata lain tanpa adanya temuan kerugian keuangan Negara secara nyata dan riil berdasarkan rekomendasi BPK sesuai UU BPK dan surat edaran Makamah Agung (SEMA) nomor 4 tahun 2016 yang menegaskan bahwa instansi yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan Negara adalah BPK yang memiliki kewenangan konstitusional bukan kepolisian.
“Aparat penegak hukum tidak bisa melakukan penyelidikan tanpa terlebih dahulu telah dapat dipastikan secara jelas dan tegas adanya kerugian keuangan Negara secara jelas, nyata dan pasti berdasarkan rekomendasi BPK. Karena kepolisian bukan lembaga auditor yang dapat menentukan ada tidaknya kerugian keuangan Negara dan yang berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara hanya BPK.
Dikatakan, berbagai tindakan penyitaan dokumen, dan pengeledahan dalam penyitaan dan memasuki ruangan kerja untuk mengambil dokumen-dokumen tertentu di beberapa tempat adalah tidak tepat dan berpotensi melawan hukum.
Hal tersebut dilakukan tanpa menggunakan izin Ketua Pengadilan Negeri/Tipikor di Ambon sebagaimana diatur dalam ketentua pasal 32 dan 33 ayat 1 UU RI nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP yang menyebutkan setiap tindakan pengeledahan harus dengan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, tetapi harus dalam konteks penyidikan dan bukan penyelidikan.
Lanjutnya, upaya manuver hukum yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku dalam mengrebek dan menyita dokumen pada sejumlah instansi pemerintah untuk kepentingan penyelidikan dilakukan dengan menyerupai tindakan penyidikan adalah sesuatu yang melawan nalar sehat berhukum.
karena segala tindakan penyelidik, menurutnya seperti saat ini sudah dilakukan dengan berbagai upaya paksa yang secara hukum acara tidak dikenal dalam terminology hukum untuk konteks penyelidikan, karena sesuai tertib hukum acara, upaya paksa seperti penyitaan/penggeledahan hanya dapat dilakukan pada ranah penyidikan dan bukan penyelidikan sesuai pranata hukum yang diatur dalam ketentuan pasal 38 ayat 1 KUHP yang menyebutkan bahwa penyitaan dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadikan Negeri. (AM-10)