AMBON MANISE. Anggota DPR-RI daerah pemilihan (Dapil) Maluku, Mercy Chriesty Barends menyoroti persoalan kelistrikan di daerah Tertingal, Terdepan dan Terluar (3T) di provinsi Maluku yang hingga saat ini belum tertangani.
“Masalah kelistrikan pada tiga kabupaten yang berbatasan dengan negara tetangga Australia dan Timor Leste seperti di kabupaten Kepulauan Aru, Maluku Tenggara Barat (MTB) dan Maluku Barat Daya (MBD) hingga saat ini belum tuntas diselesaikan, padahal daerah tersebut merupakan beranda negara,” kata Mercy Barends dikonfirmasi, Selasa.
Dia membeberkan sejumlah hasil temuannya saat melakukan reses ke kabupaten Kepulauan Aru yakni program kelistrikan dalam bentuk KSO (Kerja Sama Operasi) dengan pemkab setempat perlu dievaluasi komprehensif karena programnya terkesan macet dan belum berjalan sesuai rencana.
Dia mengatakan, program listrik KSO di Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2017, pembelian mesin genset dan pembangunan rumah mesin di tiga desa yakni Benjina, Taberfanai dan Marlasi didanai melalui APBD pemkab Kepulauan Aru, sedangkan jaringan dan gardu lingkar pulau dari desa ke desa ditangani pemerintah Pusat melalui PT. PLN (Persero).
“Namun hingga saat ini program program listrik KSO di Aru belum diserah terimakan dengan PLN karenamesinnya tidak sesuai standar spesifikasi yang ditetapkan. Pemkab Kepulauan Aru sebagai pelaksana tender dengan kontraktor sudah diminta menuntaskan masalah tersebut, tetapi hingga saat ini tidak dilakukan, sehingga berdampak merugikan masyarakat yang sudah merindukan menikmati sarana penerangan sejak 2017,” katanya.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI tersebut juga mengungkapkan hasil temuannya, di mana pihak kontraktor sudah mengeluarkan surat edaran kepada masyarakat Benjina untuk memungut biaya pasang baru hingga lebih dari Rp2 juta per kepala keluarga, padahal sarana penerangan itu belum berfungsi.
“Sebagian warga melaporkan mereka terpaksa harus berhutang untuk membayar biaya pasang baru, tetapi sudah hampir setahun sarana penerangan tersebut belum bisa dinikmati,” katanya.
Karena itu, anggota Komisi VII DPR-RI tersebut meminta perhatian Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk menyelesaikan masalah tersebut, sehingga tidak berdampak merugikan masyarakat di Kepulauan Aru mengingat keterbatasan ekonomi serta kerinduan mereka selama ini untuk menikmati aliran listrik.
Dia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan masalah kelistrikan yang terjadi di Kepulauan Aru juga dialami warga lainnya di MTB, MBD, Maluku Tenggara, Pulau Buru, Seram Bagian Barat (SBB) serta Seram Bagian Timur (SBT) maupun di daerah Tertingal, Terdepan dan Terluar (3T) lainnya di Indonesia.
Dia menandaskan, masalah tersebut sudah disampaikan secara langsung kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR-RI, di Jakarta, Kamis (19/7).
Dalam RDPU tersebut, Mercy Barends juga mempertanyakan subsidi listrik yang ditetapkan sebesar Rp52 triliun dan disetujui dalam dalam APBN 2018 sebesar Rp47 triliun, sedangkan sisanya Rp5 triliun ditopang (carry over) pada tahun 2019, seharusnya mencukupi untuk subsidi biaya sambung baru golongan rumah tangga (R1) 450 VA dan R1 900 VA non Rumah Tangga Mampu (RTM).
“Ternyata berdasarkan penjelasan Menteri Ignasius Jonan subsidi tersebut belum termasuk biaya sambungan baru untuk golongan rumah tangga (R1) 450 VA dan R1 900 VA non RTM,” ujarnya.
Menteri Jonan menurut Mercy sempat mencontohkan 265.000 warga di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY, tidak bisa melakukan sambung baru karena tingginya biaya pemasangan, padahal gardu maupun tiang listrik dekat dengan pemukiman mereka.
Menteri memperkirakan, jika subsidi Rp1 juta bagi pelanggan baru golongan rumah tangga (R1) 450 VA dan R1 900 VA non RTM maka dibutuhkan Rp265 miliar untuk menyelesaikan masalah di Kabupaten Gunung Kidul.
Sedangkan perhitungan secara nasional rumah tangga miskin tidak lebih dari 2 juta pelanggan untuk sambung baru, maka jika subsidi listrik disahkan sampai dengan Rp60 triliun pada tahun 2019 maka sekitar Rp2 triliun dapat dialokasikan untuk subsidi biaya sambung baru bagi non RTM.
Masalah biaya sambung baru ini juga sudah disetujui pimpinan dan anggota Komisi VII bersama menteri ESDM serta dimasukkan dalam kesimpulan RPDU untuk dikawal dalam pembahasan APBN 2019. (AM-02)