AMBON MANISE.COM- Baru berjalan satu tahun, Program Pendidikan Diluar Domisili (PPD) Universitas Pattimura (Unpatti) di kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), saat ini diterjang dengan isu penyelewengan berupa mark up anggaran, pengadaan barang/jasa dan kegiatan fiktif.
Saat ini program studi tersebut sudah berganti nama menjadi Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU), merupakan pelaksanaan kegiatan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi diluar Kampus Utama, dengan dasar hukum penyelenggaraan PSDKU adalah Peraturan Mentri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pembukaan, Perubahan dan Penutupan Program Studi di Luar Kampus Utama Perguruan Tinggi.
Berdasarkan penuturan salah satu informan kepada wartawan, Senin (6/8) yang enggan namanya disebut mengungkapkan, yang bertanggungjawab untuk mengelola anggaran tersebut adalah, Prof. Aholiap Watloly dan Prof. P.G Ratumanan. Dimana, dalam pengelolaannya disinyalir telah merugikan negara ratusan juta bahkan mencapai milyaran rupiah.
Sumber membeberkan, penyelewengan anggaran tersebut nyatanya sudah tercium oleh pemerintah kabupaten MBD, dan hal tersebut menjadi kekecewaan besar dikarenakan Pemerintah setempat dengan segala keterbatasan dana yang ada, sudah berusaha untuk melaksanakan program PSDKU/PDD ini dengan tujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia, namun nyatanya anggaran yang diberikan tersebut malah diselewengkan untuk kepentingan memperkaya diri.
Dijelaskan, dari total dana hibah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten MBD selama tahun 2017, Rp12,8 milyar dengan 17 item hibah, salah satu diantaranya yaitu, hibah kepada PSDKU/PDD Unpati mencapai nilai Rp8,5 milyar atau dapat dikatakan dana hibah PSDKU/PDD yang terbesar 66,4 persen dari total anggaran hibah hanya untuk PSDKU/PDD Unpatti.
Dari total tersebut, menurutnya terdapat bukti-bukti dari penyelewengan anggaran tersebut yaitu, belanja kursus/pelatihan/bimbingan teknis yang mencapai nilai Rp265 juta. Namun, yang terjadi, pelatihan selama tahun 2017 hanya dilakukan 2 kali untuk tenaga pendidik PSDKU/PDD yaitu berupa pelatihan Applied Approach (AA) dan Pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (Pekerti)
“Namun dalam 2 kali pelatihan tersebut juga bukan murni kegiatan pelatihan/bimtek PSDKU/PDD Kabupaten MBD, dikarenakan peserta dalam pelatihan tersebut juga ada tenaga pendidik dari UKIM Ambon, STIA, IAIN Ambon dan juga tenaga pendidik PSDKU/PDD Kabupaten Aru. Sehingga diduga terjadinya pelaporan fiktif dan manipulasi anggaran pada kegiatan tersebut dimana dilakukan 1 kegiatan dengan anggaran dari beberapa sumber yang berbeda,” ungkapnya.
Belanja sosialisasi program PDD Rp50 juta, terdiri dari sosialisasi fakultas Rp180 juta, sosialisasi program studi Rp150 juta dan kemahasiswaan Rp100 juta.
Realita dilapangan, kegiatan sosialisasi hanya dilakukan pada saat yang bersamaan, sihingga diduga terjadi pelaporan fiktif kegiatan.
Belanja barang yang diserahkan pada pihak ketiga sebesar Rp306 juta tanpa ada bukti fisik keberadaan barang tersebut di lokasi penyelenggaraa PSDKU/PDD MBD seperti, Buku dan peralatan perpustakaan sebesar Rp400 juta.
“Kita sudah cek dilapangan tidak ada buku bahkan perpustakaan pun juga tidak ada di lokasi PSDKU/PDD Kabupaten MBD,” cetusnya.
Belanja alat tulis kantor sebesar Rp82,9 juta. Ternyata tidak ada sejumlah alat tulis
kantor dilapangan, dan kalaupun ada jumlahnya tidak seberapa bahkan tidak mencapai Rp10 juta.
Belanja air sebesar Rp26,7 juta yang terdiri dari 6 tanki air. Tetapi ketika pihaknya melakukan pengecekan dilapangan, tanki air yang tersedia hanya 4 tanki dan belanja air tersebut adalah swadaya atau dibeli dengan menggunakan uang tenaga didik atau dosen sendiri disertai bukkti atau nota pembelian air tersebut.
Belanja listrik sebesar Rp4,8 juta. Realita dilapangan seperti halnya belanja air, belanja listrik juga swadaya atau menggunakan uang pribadi dosen PSDKU/PDD yang berdomisili disana juga memiliki bukti nota tersedia.
Belanja jasa penunjang administrasi perkantoran sebesar Rp1,6 milyar dengan poin yaitu, Pengelola PDD di MBD sebesar Rp240 juta dan penemuan dilapangan, seperti dijelaskan sebelumnya tentang belanja alat tulis kantor yang difiktifkan, pada poin ini terjadi pengulangan dengan modus yang sama dengan poin, pengelola PDD di Ambon, yakni Cleaning servis sebesar Rp108 juta. Namun realita dilapangan tidak ada petugas cleaning servis. Begitu juga dengan anggaran Rp60 juta yang disiapkan untuk Satpam, realitanya tidak ada tenaga satpam PSDKU/PDD di Ambon.
Pengelola PDD di Ambon sebesar Rp200 juta, yang tidak ada kejelasan penggunaan anggaran tersebut.
Tenaga administrasi MBD sebesar Rp135 juta, hanya terdapat satu tenaga administrasi dan itupun hanya digaji sebesar Rp1,5 juta/bulan. Sisanya tidak jelas dipergunakan untuk apa.
Bukan hanya itu, dana Asissten dosen sebesar Rp60 juta yang disiapkan berbeda fakta dilapangan, dimana tidak ada assisten dosen untuk kegiatan PSDKU/PDD Kabupaten MBD.
Belanja cetak spanduk sebesar Rp20 juta akan tetapi, cetak spanduk hanya ada di kegiatan sosialisasi dan itu hanya berlangsung 1 kali.
Biaya cetak, penggandaan dan penjilitan sebesar Rp22,6 juta. Namun tidak ada penggandaan buku maupun penjilitan seperti yang dilaporkan. Serta Belanja perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp2,9 miliar.
“Menurut saya, hal yang sangat mencengangkan adalah perjalanan dinas mencapai nilai hampir Rp3 miliar, bahkan yang tidak masuk diakal karena 52,7 persen dari total dana yang terserap pada kegiatan PSDKU/PDD yang menghabiskan anggaran hampir Rp5,5 miliar itu ada Rp4,4 miliar yang tidak terserap dan dikembalikan pada Negara hanya dihabiskan untuk biaya perjalanan dinas. Kita sudah mendapatkan laporan juga bahwa, pembengkakan perjalanan dinas dikarenakan selain mark-up dan pelaporan fiktif perjalanan juga ada kegiatan jalan-jalan oleh pengelola PSDKU/PDD seperti ke Raja Ampat dan jalan-jalan/shoping (belanja) akhir tahun 2017 di Jakarta dan Bandung,” terangnya.
Menindaklanjuti hal ini, pihaknya berencana untuk melaporkan dugaan penyelewengan berupa murk up anggaran, pengadaan barang/jasa dan kegiatan fiktif ini ke Kejaksaan Tinggi Maluku untuk diproses hukum. (AM-10)