Sebelum air limbah busuk ini masuk di tempat usaha saya, setiap harinya pendapatan saya mencapai Rp.1 juta per hari. Namun sekarang menurun drastis hanya 300-400 ribu per hari, dan itupun didapat dari hasil operasi mobil tanki air milik saya sendiri
Anthony Gaspersz – Pengusaha Air Bersih
AMBON-MALUKU. Air limbah busuk yang berasal dari resto swalayan planet 2000 di kawasan Wainitu membuat luka mendalam bagi semua warga yang berdomisi di RT.002/RW.04 Kelurahan Wainitu. Salah satunya adalah Bapak Anthony Gaspersz, yang sehari-harinya berprofesi sebagai pengusaha air bersih. Gaspersz sendiri adalah sepupu kandung dari Istri Walikota Ambon, Ibu Debby Louhenapessy dari sang ayah.
Kepada redaksi Gaspersz merasa sangat kecewa atas sikap dingin dan tidak mau tahu dari Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, khususnya Dinas Dampak Lingkungan dan Persampahan (DLDP) Kota Ambon yang tidak sikapi rekomendasi DPRD Kota Ambon untuk menutup aktifitas resto swalayan planet 2000.
“Sebelum air limbah busuk ini masuk di tempat usaha saya, setiap harinya pendapatan saya mencapai Rp.1 juta per hari. Namun sekarang menurun drastis hanya 300-400 ribu per hari, dan itupun didapat dari hasil operasi mobil tanki air milik saya sendiri,” tandas Gaspersz.
Dikatakan, air limbah busuk swalayan planet sudah disampaikan ke DPRD Kota Ambon, namun dirinya kesal karena sampai kini belum ada sikap tegas dari Pemkot menutup Resto agar air limbah busuk itu tidak terus menjadi ancaman bagi usahanya.
“Sebagai warga kota dengan susah payah membangun uasaha demi keluarga dan juga bagi banyak orang yang membutuhkan air bersih, namun ternyata pihak Pemkot sama sekali tidak peduli dengan penderitaan kami. Coba bayangkan jika terus dibiarkan maka sumber air kami tidak bisa dipakai lagi untuk memenuhi kebutuhan orang banyak,” Kesalnya.
Untuk itu Gaspersz meminta agar secepatnya air limbah busuk swalayan planet segera ditindak dan menutup resto sebagai sumber persoalan limbah itu. Apalagi sudah jelas-jelas swalayan planet sama sekali tidak memiliki Izin AMDAL dan IPAL tapi tetap ditoleransi oleh Pemkot Ambon. (**)