AMBON, MALUKU – Tanaman sagu yang menjadi salah satu makanan khas orang Maluku mulai terancam punah. Giatnya pembangunan infrastruktur serta rendanya nilai ekonomis produk-produk olahan dari sagu rupata menjadi salah satu faktor berkurangnya tanaman berduri ini.
Semua ketahui, sejak zaman leluhur dari tanaman sagulah, kemudian diolah menjadi makanan pokok yang sampai hari ini masih dinikmati oleh generasi sekarang.
Masih ingat Peristiwa masa lalu tahun 1998 ? dimana bangsa Indonesia dilanda krisis moneter, ekonomi Indonesia begitu terpuruk dan berimbas terhadap naiknya bahan-bahan makanan pokok. Namun untuk maluku sendiri, peristiwa ekonomi ini dapat dihadapi oleh masyarakat dengan mengelola sagu sebagai sendang kebutuhan hidup ditengah mahalnya biaya hidup yang ada.
Bahwa Sagu di Maluku sebagai potensi, berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa kepada Rakyat Indonesia di Maluku, hendaknya dikelola dan dilestarikan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat Maluku.
Namun kemudian, Sagu yang merupakan tanaman pangan penghasil karbohidrat sebagai sumber pangan, bahan baku industri, bahan bio energi sekaligus sebagai tanaman konservasi, pengatur tata air dan ekosistem serta bahan baku bangunan semakin terabaikan karena rendahnya nilai ekonomi, laju pembangunan termasuk pengembangan areal pemukiman baru, pemanfaatan ruang yang tidak terencana, perusakan areal hutan dan lainnya.
Kepada redaksi, salah satu tokoh pemuda Seram Utara, Abdul Mikat Ipaenin, SH angkat bicara soal rencana perluasan Areal untuk pemukiman transmigran yang terjadi di Kecamatan Seram Utara petuanan adat Huaulu. Menurutnya, perluasan areal tersebut terindikasi telah terjadi penebangan ratusan pohon sagu untuk areal transmigran kilometer 5, setelah sebelumnya juga kehilangan wilayah ulayat untuk Program Transmigrasi SP1 pada tahun 2010.
“Masyarakat Adat Negeri Huaulu Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah menjelang akhir tahun 2018 ini kembali terancam kehilangan tanah ulayat mereka untuk pembukaan wilayah program transmigrasi yang baru. Tidak tanggung-tanggung, kali ini wilayah yang akan diambil berupa Hutan Sagu Pusaka. Hutan sagu yang berada pada dataran rendah sebelah utara dari perkampungan orang Huaulu saat ini,” ungkap kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon itu.
Dari rencana Perluasan Kembali dari keterangan yang diperoleh bahwa, perluasan masih berlanjut pada SP1, yang mana kemudian ditentang oleh Masyarakat karena kelanjutan perluasan banyak terdapat tanaman Sagu. Masyarakat sendiri tidak berdaya karena areal yang ditetapkan tidak begitu jelas batas yang telah diasepakati.
“Yang sangat disayangkan, kenapa pemerintah begitu enteng tidak memperhatikan persoalan ini, sebab bagaimanapun berangkat dari pada dasar hukum maka tanaman Sagu harus dan wajib dilindungi sesuai Perda yang telah dibuat, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 10 Tahun 2011 Tentang
“Pengelolaan dan Peleatarian Sagu”, dimana Pasal-Pasal yang sudah sangat jelas dan tegas untuk melindungi, merawat dan mengawasi pengrusan terhadap tanaman sagu,” tegasnya.
Apalagi kemudian dengan mempertimbangkan Hutan Adat Masyarakat Huaulu yang tidak bisa dengar sekehendak hari merampas ruang hidup yang juga diakui oleh Negara dalam UUD 1945 Pasal 18.
“Kalaupun pemerintah masih abaikan terhadap Pengrusakan atau penebangan tanaman sagu, maka komitmen serta konsistensi pemerintah patut dipertanyakan dengan menabrak Regulasi yang telah ditetapkan,” ucapnya.
Lanjut Ipaenin, jelas ini menjadi preseden buruk terhadap khususnya masyarakat Maluku yang selama ini menjadikan sagu sebagai kelangsungan hidup namun terindikasi tidak lindungi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Maupun Kabupaten.
Diakhir komentar Ipaenin meminta penerintah daerah lebih berpihak kepada rakyat kecil yang kini sementara berjuang mempertahankan tanaman sagu pusaka tersebut. Karena ini sagu adalah harga diri dan jati diri orang Maluku yang harus dijaga dan dilestarikan, bukan dengan mudahnya dilibas dan dimusnahkan begitu saja. (AM-07)