Ambon, Tribun-Maluku.com : Kementerian Perdagangan mengimbau pemprov untuk menyerahkan aset dan Sumber Daya Manusia (SDM) bidang Metrologi legal ke Pemerintah Kabupaten Kota dan Kabupaten.”Kita berharap Pemerintah provinsi yang ada di wilayah regional IV khususnya Sulawesi, Maluku, Maluku Utara Papua dan Papua Barat untuk segara menyerahkan aset metrologi legal ke kabupaten dan kota, sebagai upaya pelayanan publik kepada masyarakat,” kata Direktur Metrologi Rusmin Amin di Ambon, Kamis (5/4).Hal itu disampaikan Rusmin Amin saat kegiatan seminar Harmonisasi Kegiatan dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal regional IV di Ambon.Menurut dia, penerapan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, tidak semulus yang diharapkan, karena menemui perjalanan yang panjang terutama proses otonomi daerah.Seperti diketahui proses otonomi telah berlangsung sejak tahun 2004, dari pemerintah pusat ke daerah belum berjalan dengan lancar, tetapi dari sisi durasi waktu perpindahan begitu cepat dibandingkan dari provinsi ke kabupaten atau kota.”Mungkin karena orang pusat harus legowo melepaskan pekerjaan operasional ke pemerintah provinsi kala itu, tetapi sebaliknya saat provinsi ke kabupaten kota mengalami perdebatan yang cukup alot dan memakan waktu yang lama,” katanya.Rusmin menyatakan, pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah yang masih ada masalah,dengan pembina dari Kemendagri dan Kemenpan maupun BKN.”Persoalan yang dihadapi terkait infrastruktur yang tidak bisa lepas dari provinsi, di regional IV ada tiga provinsi yakni Sulbar, Sulsel dan Papua. Hal ini tentu sangat menghambat aspek pelayanan ke masyarakat, ” ujarnya.Pihaknya mencatat, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004, masalah yang timbul terkait ekonomi biaya tinggi yakni biaya tera ulang, Ia mencontohkan, hal yang sangat strategis terjadi di SPBU yakni untuk melakukan proses tera ulang, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai puluhan juta.Hal tersebut berbanding saat masih ditangani Pemprov biaya yang dikeluarkan hanya mencapai Rp1-2 juta. Di wilayah regional IV tidak menonjol, tetapi yang terjadi di provinsi Sumatera.”Keluhan yang terjadi seperti proyek BBM satu harga, masalah yang terjadi biaya alat ukur yang ditera cukup tinggi capai Rp20-27 juta, hal ini tentu tidak masuk akal. Hal ini bisa terjadi karen akses pelayanan tera ulang terhadap kabupaten dan kota belum ada,” tandasnya.Pihaknya berharap, dalam waktu dekat provinsi yang belum menyerahkan aset metrologi legal, untuk segera menindaklanjuti karena akan merugikan konsumen.”Dampak yang akan terjadi kepercayaan konsumen untuk bertransaksi menggunakan alat ukur akan lemah, karena pelayanan tera ulang tidak ada di daerah tersebut,” katanya.Copyright by: Media Online Tribun-Maluku.com