DPRD Mendukung Aspirasi dan Perjuangan 534 Honorer K2 Kota Ambon
AMBONMANISE.COM- Ratusan honorer K2 di kota Ambon menemui DPRD Kota Ambon guna meminta dukungan politik atas perjuangan mereka mendesak pemerintah pusat melakukan revisi Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang aparatur Negeri Sipil (ASN).
Honorer K2 ini diterima oleh Ketua DPRD Kota Ambon, James Maatita, Wakil Ketua, Rustam Latupuno, Ketua Komisi II, Jhony Mainake berserta anggota, dan Kepala BKD Kota Ambon, Benny Selanno, Jumat (18/10) di ruang paripurna DPRD Kota Ambon.
Dihadapan wakil rakyat, honorer K2 ini berharap, ada dukungan politik dari DPRD dan Pemkot Ambon atas perjuangan mereka secara nasional untuk merevisi UU Tahun 2014.
“Kita harap Dalam perjuangan ini, DPRD dan Pemkot mendukung kita. UU Tahun 2014 harus direvisi, sebab regulasi ini tidak berpihak kepada honorer di seluruh daerah termasuk 534 yang ada di kota Ambon,” ungkap mereka.
Menanggapi aspirasi dan perjuangan ratusan honorer K2 ini, James Maatita mengatakan, DPRD Kota Ambon tidak pernah tutup mata terkait nasib mereka.
“Sudah dua kali, DPRD Kota Ambon datangi KemenPAN-RB di Jakarta untuk mendorong agar 534 honorer K2 ini diangkat sebagai PNS. Kita keras kepada Menteri, bahkan kita ancam merdeka kalau tidak ada sikap tegas dari pempus. Pempus hanya janji akan angkat honorer K2 secara bertahap, namun hingga saat ini, dari 100 persen honorer di kota Ambon, baru 30 persen yang diangkat sebagai PNS, sisa 70 persen atau berkisar 534 orang,” ujar Maatita.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Ambon asal Partai Gerindra, Rustam Latupono menegaskan, kalau 30 persen honorer K2 sudah diangkat menjadi PNS, maka 70 persen sisa ini harus juga diangkat.
Namun dilihat dari regulasi yang ada, persoalan honorer K2 ini tidak akan selesai. karena regylasinya tidak berpihak kepada para honorer dengan diberikan batas maksimal umur 35 tahun. Sementara honorer di daerah rata-rata umurnya di atas 40 tahun dan telah mengabdi puluhan tahun di sejumlah sekolah. Mestinya Negara menghormati dan menghargai serta mengapreasiasi jasa dan pengorbanan mereka. Bukan sebaliknya membuat mereka semakin menderita dan hidup dalam ketidakpastian,” sesal Latupono.
Latupono juga mendesak Pemkot Ambon untuk memperhatikan kesejahteraan 543 honorer K2 ini. Upah yang mereka terima selama ini terlalu kecil. Hanya 15 persen dari dana BOS, atau sekitar Rp300-500 ribu perbulan.
“Pertanyaannya, apakah dengan upah sekecil ini, mampu menjawab kebutuhan hidup mereka, baik pendidikan, kesehatan dan lainnya. Bagi saya, ini tidak adil dan tidak sesuai dengan pengabdian mereka selama ini. Saran saya, 543 honorer K2 ini harus diberikan tunjangan paling kecil satu Rp500 ribu, sebab mereka juga melakukan pelayanan publik,” kata Latupono.
“Kalau dihitung-hitung, anggaran daerah yang dikeluarkan untuk bayar tunjangan mereka Rp3 miliar lebih. Saya harap, APBD Murni 2019, tunjangan para honorer K2 ini mendapat pioritas sehingga bisa mengurangi beban hidup mereka yang selama ini telah mengabdikan diri bagi penunjangan pendidikan di Kota Ambon,” tambah Latupono.
Sementara itu, Kepala BKD Kota Ambon, Benny Selanno menambahkan, sejak tahun 2005-2018, pegawai honorer K2 ini, tidak dibayar pakai APBD/APBN.
Pemkot pernah punya tenaga honorer hingga 805 orang dan telah diangkat menjadi PNS sebanyak 30 persen atau 200 tenaga honorer. “Kini tinggal 534 honorer K2” kata ia.
Dikatakan, sesuai janji MenPAN-RB sebelumnya, honorer K2 ini akan diangkat secara bertahap. Tetapi itu belum direalisasi hingga sekarang.
Olehnya itu, mereka ini tidak pernah berhenti bekerja dan selalu aktif dalam seluruh kegiatan sekolah maupun di kantor untuk menunggu kapan mereka diangkat.
“Regulasi ini kemudian terjadi dan mereka ini hanya oleh pemerintah pusat untuk formasi CPNS tahun 2018 untuk pemkot 11 orang. Dari 11 Honorer K2 yang diminta, hanya tujuh saja yang memenuhi persyaratan untuk mendaftar sebagai calon pegawai lewat formasi umum kategori K2.
Terkait dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, pemkot mendorong agar dilakukan revisi atas UU itu.
Menurut ia, persoalan ini bukan saja dirasakan di Kota Ambon, tetapi seluruh daerah di Indonesia.
“Yang sangat disayangkan, dari 11 kota Kabupaten di Maluku, hanya tenaga honorer k2 di kota Ambon yang bergerak memperjuangkan nasibnya. padahal ada kabupaten/kota lain yang punya tenaga honorer K2 lebih banyak dari kota Ambon. Kalau semua kab/kota bergerak menyuarakan persoalan ini, maka gaungnya akan lebih besar,” kata ia.
Masalah kesejahteraan honorer K2 ini, lanjut Selano, honor mereka ini sudah dibayar dari dana BOS yang disiapkan sebesar 15 persen.
“Kita tidak mungkin siapkan honor yang sama. kalau pendapat DPRD Kota Ambon, mereka akan melihat dan mengkaji, dari pos mana yang bisa dipakai untuk mensejahterakan mereka, maka solusinya adalah Tunjangan Perbaikan penghasilan. ini bisa dipakai karena mereka ini juga pekerja,” tutup ia. (AM-01)