dari katong par katong samua

Ekonomi Relatif Sepi, Pemerintah Diminta Tak Naikkan Cukai Rokok

1,256

BERITA MALUKU. Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jawa Timur, Sulami Bahar mengatakan tingginya cukai rokok akan mematikan Industri Hasil Tembakau (IHT) dalam negeri. Selain itu, para pengusaha juga akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menormalisasi perusahaan agar bisa tetap berproduksi.

Menurut Sulami, kenaikan tarif cukai Hasil Tembakau (CHT) di tahun 2018, yaitu rata-rata 8,9% dari tahun 2017, akan semakin memberatkan industri di tengah tren perlambatan ekonomi. Belum lagi, simplifikasi layer, dari 12 layer menjadi 9 layer, berdasarkan roadmap BKF/Bea Cukai, justru akan membuat peredaran rokok ilegal semakin marak.

“Kinerja produksi rokok mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir, akibat terjadinya perpindahan pola belanja dan turunnya tingkat daya beli masyarakat,” ujar Sulami, dalam Keterangan Resmi Gapero kepada Berita Maluku Online, Kamis (5/10/2017).

Ia menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, terutama mulai 2013, produksi turun kurang lebih satu persen dari rata-rata produksi rokok 340 milyar batang. 

Penurunan produksi itu, kata Sulami, merupakan dampak dari berbagai tantangan yang dihadapi industri rokok, mulai naiknya target penerimaan cukai, makin pendeknya waktu pembayaran cukai (PMK 20/2015), kurang memadainya ruang konsumsi rokok, relatif stagnannya pertumbuhan ekonomi. Juga, maraknya peredaran rokok ilegal dan munculnya berbagai peraturan yang membebani daya tahan industri.

Di sisi lain, dalih simplifikasi  layer yang disampaikan pemerintah, dengan argumentasi terlalu  rumitnya pengaturan  administrasi  pungutan  cukai,  sulitnya  kontrol  rokok illegal, hingga alasan kurang  optimumnya  upaya  untuk  meningkatkan  penerimaan negara, dinilai Gapero tidak tepat.

Menurut Sulami, jumlah  layer  saat  ini (12) sebetulnya  merupakan  penurunan cukup drastis  dari  sebelumnya (19) pada tahun  2010.

Dengan  berbagai varian  jenis  produk  rokok  yang  beredar  di  Indonesia, yakni  ada  tiga jenis:  Rokok  putih (SPM), rokok  kretek  filter  (SKM), dan rokok kretek  tangan  (SKT), pembagian  layer  sebanyak 12 bukanlah jumlah  yang  banyak. 

“Apalagi, jika  mempertimbangkan  varian  level kemampuan  perusahaan  di  Indonesia. Sebagai  perbandingan, Thailand  dan  Australia  memberlakukan  12 dan  19  layer  dalam  pembagian  layer  cukai  minuman  beralkohol,” ucap Sulami.

Sulami menjelaskan, dari hasil penelitian Survei Rokok  Ilegal  Universitas Gajah Mada 2016, makin berkurang jumlah layer, maka peredaran rokok ilegal semakin tinggi. Pemerintah akhirnya yang rugi sendiri.

Berdasarkan  data-data  itu,  rencana maka pengurangan layer di tengah kinerja industri yang mengalami  penurunan akan menjerembabkan industri  lebih  dalam  lagi. 

Maka , Gapero  meminta  pemerintah menunda rencana  simplifikasi  layer.
Sementara untuk kebijakan cukai tahun depan, industri usul  tidak  dilakukan  kenaikan  tarif,  mengingat  beban-beban biaya  di  luar  tarif  yang  ada  saat  ini  sudah  cukup  besar.  Hal  ini  untuk memudahkan  upaya pemulihan  industri.

Diperkirakan, volume  produksi tahun  2018  sama  dengan  perkiraan  volume produksi tahun  2017. Harapan lain,  sistem  tarif  cukai  tetap  spesifik multi-layer. Jumlah layer  masih  tetap  seperti  yang  berlaku  saat  ini  (status  quo).

“Harga  Jual  Eceren  (HJE)  diharapkan  dapat  diturunkan  untuk  mengatasi  dua sasaran,  yakni  mengembalikan  daya  beli  masyarakat, dan menghambat maraknya laju rokok illegal, dengan tetap mempertimbangkan  ketentuan  sesuai  UU  Cukai No. 39  Tahun  2007,” tegas Sulami.

Gapero juga berharap, pemerintah  tetap  memberikan  dukungan  kepada  industri  kretek  nasional,  baik produk  karya  tangan/SKT  maupun  mesin/SKM,  sebagaimana  secara konsisten  telah  ditunjukkan  oleh  pemerintah  selama  ini  dalam  upaya pemberdayaan  pertembakauan  nasional.

“Terkait  pemberantasan  rokok  illegal,  perlu  diberlakukan  kesamaan  aturan dalam  penempelan  pita  cukai  pada  produk  rokok  yang  beredar  di  wilayah Pulau  Batam  dan  kawasan  perdagangan  bebas  lainnya  dengan  aturan  yang berlaku  di wilayah  lain  di Indonesia,” ujar Sulami.

Selain berharap ada kelonggaran kebijakan cukai, Gapero menyarankan agar dilakukan. ektensifikasi  Barang Kena  Cukai  (BKC) selain  Cukai  Hasil  Tembakau (CHT/Rokok).

Pasalnya, di Indonesia  baru  tiga barang yang kena cukai yakni;   Tembakau/Rokok;  Ethil  alcohol  (EA), Minuman  Mengandung  Ethil  Alkohol (MMEA).

“Sementara  BKC  di  Malaysia  berjumlah 13 BKC, di India ada 28 BKC, kemudian Singapura  berjumlah 10 BKC,  Thailand  berjumlah  24BKC.   Negara-negara  tersebut  sudah  memasukkan  BKC meliputi  minuman karbonansi, plastik, BBM, gula, teh,  barang textile, semen, sabun,  dan lain-lain,” pungkas Sulami.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: